Kekalahan Jepun Penyerahan_kalah_Jepun

Rencana utama: Kempen Jepun
Pendaratan Sekutu di Medan Operasi Pasifik, Ogos 1942 hingga Ogos 1945.

Pada tahun 1945, Jepun telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kempen Mariana, dan kempen Filipina. Pada Julai 1944 setelah Saipan jatuh, Jeneral Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana menteri oleh Jeneral Kuniaki Koiso yang menyatakan Filipina sebagai tempat pertempuran berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh Laksamana Kantarō Suzuki. Paruh pertama tahun 1945, Sekutu sudah berhasil merebut Iwo Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepun.[2]

Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di lepas pantai Jepun telah menghancurkan sebagian besar armada dagang Jepun. Sebagai negara dengan sedikit sumber daya alam, Jepun bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia dan dari wilayah pendudukan Jepun di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[3] Penghancuran armada dagang Jepun, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepun telah meruntuhkan ekonomi perang Jepun. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan pasokan bahan mentah lainnya hanya dalam jumlah kecil dibandingkan pasokan sebelum perang.[4][5]

Kapal tempur Jepun Haruna karam di tempat berlabuhnya di pangkalan tentera laut Kure dalam peristiwa Pengeboman Kure 24 Jun 1945.

Akibat kebinasaan yang dialaminya, kekuatan Tentera Laut Imperial Jepun secara efektif hapus. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepun di Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal perang Jepun yang berbaki enam kapal pengangkut pesawat, empat kapal penjajap, dan satu kapal tempur. Namun semuanya tidak mempunyai bahan api yang mencukupi. Walaupun masih ada 19 kapal pembinasa dan 38 kapal selam yang masih beroperasi, operasi mereka menjadi terbatas akibat kekurangan bahan bakar.[6][7]

Berhadapan dengan kemungkinan serbuan pihak Bersekutu ke pulau-pulau utama Jepun, bermula dari Kyushu, Jurnal Perang Markas Besar Imperial menyimpulkan,

Kami tidak dapat lagi memimpin perang dengan sedikit harapan untuk menang. Satu-satunya jalan yang ada ialah mengorbankan nyawa seratus juta rakyat Jepun sebagai bom hidup agar musuh kehilangan semangat bertempur.[8]

Sebagai usaha darurat yang terakhir untuk menghentikan gerak maju Sekutu, Markas Besar Imperial Jepun merencanakan pertahanan Kyushu secara habis-habisan. Usaha yang dinamakan dengan sandi Operasi Ketsu-Go.[9] ini dimaksudkan sebagai perubahan strategi yang radikal. Berbeda dari sistem pertahanan berlapis seperti dipakai sewaktu mengSerangan Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa, kali ini semuanya dipertaruhkan di pantai. Sebelum pasukan dan perlengkapan didaratkan transpor amfibi di pantai, mereka akan diserang oleh 3.000 pesawat kamikaze. Bila strategi ini tidak mengusir Sekutu, Jepun akan mengerahkan 3.500 pesawat kamikaze tambahan berikut 5.000 kapal bunuh diri Shinyo disertai kapal-kapal perusak dan kapal-kapal selam yang masih tersisa--hingga kapal terakhir yang operasional--untuk menghancurkan Sekutu. Bila Sekutu menang dalam pertempuran di pantai dan berhasil mendarat di Kyushu, hanya akan tersisa 3.000 pesawat untuk mempertahankan pulau-pulau Jepun yang lain. Walaupun demikian, Kyushu akan dipertahankan "hingga titisan darah terakhir".[7] Serangkaian gua-gua digali di dekat Nagano. Gua-gua tersebut disebut Markas Imperial Bawah Tanah Matsushiro akan digunakan oleh Tentera Darat bagi mengarah peperangan dan menjadi rumah perlindungan Maharaja dan kerabatnya.